Ekonomi

Indofarma Terjerat Pinjol, Erick Thohir Buka Suara

Wanderviews.com –

Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir merespon perusahaan BUMN, PT Indofarma Tbk. (INAF) yang dimaksud pada waktu ini sedang bermasalah terjerat pinjaman online (pinjol). Hal itu terungkap pada audit Pemeriksa Keuangan (BPK).

Erick mengungkapkan, oknum Indofarma yang mana melakukan tindakan yang dimaksud merupakan sebuah tindakan korupsi. Sehingga, pohaknya menyerahkan persoalan itu untuk Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Saya belum dapat laporannya, cuma ya kan itu korup, ” kata Erick ketika ditemui dalam Gedung DPR RI usai rapat kerja dengan Komisi VI, hari terakhir pekan (7/6).

Erick enggan menanggapi lebih lanjut berjauhan terkait persoalan tersebut. Ia cuma menegaskan bahwa ketika ini pihaknya sedang membenahi BUMN melalui aksi bersih-bersih.

“Kita yang mana bersih-bersih jalan terus lah, yang dimaksud penting bukanlah korup secara sistem, tapi ini ada oknum yang mana korupsi. Kita mesti bedain lah korup secara sistematik sebanding oknum yang korup,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang dimaksud sama, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, pihaknya yang digunakan memohon BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap Indofarma. Hasilnya, ada indikasi fraud di laporan keuangan Indofarma.

“Diaudit semua ternyata sejumlah pembayaran dari trading-nya Indofarma nggak masuk uangnya ke Indofarma. Dicek ke anak perusahaannya itu, pasca dicek tagihan-tagihannya semua mungkin saja ada yang dimaksud belum ditagih, ternyata memang benar sudah ada ditagih semua tapi nggak masuk ke Indofarma,” jelasnya.

Arya menambahkan, terkait pengawasan, BUMN mengaku sulit menjangkau anak dan juga cucu perusahaan BUMN.

“Itu kan cucu, BUMN nya kan Biofarma, itu sudah ada anaknya, cucunya, ya kita kan nggak sampai ke sana,” kata Arya.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan temuan mengejutkan pada waktu mengaudit kerugian PT Indofarma Tbk lalu anak usahanya. BUMN farmasi itu ternyata terjerat pinjaman online alias pinjol. Sebelumnya, dugaan fraud yang merugikan negara juga mengemuka, serta menimbulkan perusahaan mengalami hambatan keuangan.

Temuan yang dimaksud dilaporkan BPK terhadap DPR, dengan beberapa jumlah temuan lain terkait aktivitas Indofarma juga anak usahanya, PT IGM, yang mana menyebabkan perusahaan farmasi itu fraud atau rugi. Laporan itu tertuang di Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 oleh BPK ke DPR, Kamis (6/6/2024).

Ada beberapa jumlah aktivitas yang tersebut menyebabkan Indofarma merugi, antara lain melakukan operasi jual-beli fiktif, menempatkan dana deposito berhadapan dengan nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara, melakukan kerja sebanding pengadaan alat kebugaran tanpa studi kelayakan lalu jualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer, hingga melakukan pinjaman online alias pinjol.

Permasalahan yang dimaksud mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Simbol Rupiah 294,77 miliar juga prospek kerugian sebesar Simbol Rupiah 164,83 miliar, yang dimaksud terdiri dari piutang macet sebesar Rupiah 122,93 miliar, persediaan yang tersebut tiada dapat terjual sebesar Mata Uang Rupiah 23,64 miliar, juga beban pajak dari transaksi jual beli fiktif FMCG sebesar Mata Uang Rupiah 18,26 miliar.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan terhadap direksi Indofarma agar melaporkan ke pemegang saham melawan pengadaan lalu perdagangan alat kebugaran teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan juga isolation transportation yang digunakan mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rupiah 16,35 miliar serta peluang kerugian sebesar Simbol Rupiah 146,57 miliar.

Indofarma juga diminta berkoordinasi dengan pemegang saham lalu Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan perusahaan lalu anak perusahaan terhadap aparat penegak hukum, kemudian mengupayakan penagihan piutang macet senilai Mata Uang Rupiah 122,93 miliar.

Indofarma memang benar terlihat sedang mengalami permasalahan keuangan. Pada April kemarin, Indofarma bahkan menunggak pembayaran penghasilan para karyawan untuk periode Maret 2024. Hal itu disebabkan oleh adanya putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Perusahaan menyatakan, meskipun tak berdampak secara secara langsung pada operasional perseroan, akan tetapi perusahaan harus berkoordinasi dengan pasukan pengurus yang mana ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Berita bahwa Perseroan belum membayarkan upah terhadap karyawan untuk periode Maret 2024 adalah benar,” kata Corporate Secretary Indofarma, Warjoko Sumedi seperti disitir dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada 20 Mei 2024, BPK RI telah dilakukan menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif mengenai Pengelolaan Keuangan Perseroan, Anak Perusahaan, kemudian Instansi Terkait Lainnya untuk periode 2020 hingga 2023 terhadap Jaksa Agung di tempat Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

“Upaya hukum yang ditempuh Perseroan adalah sesuai dengan Rekomendasi LHP BPK RI, baik untuk yang mana terkait perdata maupun pidananya dengan tetap memperlihatkan mengacu pada ketentuan juga perundang-undangan yang digunakan berlaku,” ungkap Yuliandriani pada keterbukaan informasi BEI, pada Jumat, (31/5/2024).

Sebelumnya, Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 untuk lembaga perwakilan DPR RI hari ini (4/6). IHPS II Tahun 2023 juga mengungkapkan hasil pemantauan menghadapi pelaksanaan aktivitas lanjut rekomendasi BPK dari 2005 hingga 2023 telah terjadi sesuai rekomendasi sebesar 78,2%.

“Dari perbuatan lanjut tersebut, BPK telah lama melakukan penyelamatan uang juga aset negara terdiri dari penyerahan aset juga atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan menghadapi hasil pemeriksaan tahun 2005 hingga 2023 senilai Rp136,88 triliun,” ungkap Ketua BPK, Isma Yatun, pada kegiatan penyampaian IHPS II Tahun 2023 yang digunakan berlangsung di Sidang Paripurna DPR dalam Jakarta.

IHPS II Tahun 2023 memuat ringkasan dari 651 laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang terdiri berhadapan dengan 1 LHP Keuangan, 288 LHP Kinerja, dan juga 362 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). IHPS ini juga memuat hasil pemeriksaan tematik menghadapi dua prioritas nasional (PN), yaitu pengembangan wilayah dan juga revolusi mental kemudian perkembangan kebudayaan.

Artikel Selanjutnya Video: Performa Jeblok, Saham INAF Masih Menarik Dikoleksi?

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button