Lifestyle

Istilah Malingering Mencuat Saat Pemeriksaan Putri Candrawathi di Kasus Pembunuhan Brigadir J

Jakarta – Istilah malingering pernah mengemuka ketika pemeriksaan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo di tindakan hukum Pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Secara substantif, sebutan ini barangkali terdengar asing. Namun, secara praktik, malingering pasti pernah dilaksanakan oleh hampir semua orang.

Tepat dua tahun lalu, Jumat, 8 Juli 2022, Brigadir J tewas. Penyebab kematiannya sempat disebut lantaran baku tembak sesama polisi. Kemudian terbongkar bahwa ia meninggal lantaran dieksekusi oleh atasannya, Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Dalam perjalanan kasusnya, Putri juga dinyatakan terlibat.

Namun, ketika ditetapkan sebagai terperiksa pada Jumat, 19 Agustus 2022, polisi belum menahan istri Ferdy Sambo itu. Alasannya, yang dimaksud bersangkutan masih pada kondisi sakit. Putri Candrawathi mengaku sakit pada waktu dijadwalkan pemeriksaan. Meski demikian, peringkat perkara terus dijalankan berikutnya ditetapkan tersangka.

“Seyogyanya kemarin Ibu PC (Putri Candrawathi) diperiksa, tetapi akibat ada surat sakit, maka di-hold. Meski demikian masih penghargaan perkara dilakukan. Kami akan terus berkoordinasi dengan dokter. Sejauh ini yang tersebut bersangkutan belum ditahan,” kata Ketua Tim Khusus Bareskrim, Komjen Agung Budi Maryoto pada waktu konferensi pers ke Bareskrim Polri, Jumat, 19 Agustus 2022.

Saat ini ahli forensik, Reza Indragiri kemudian mencurigai Putri Candrawathi melakukan malingering atau pura-pura sakit, baik fisik atau mental, untuk mengelak rute hukum. Sejatinya, tindakan ini tak dapat dianggap sebagai penyakit mental atau psikopatologi, sekalipun penyakit mental dapat disertai dengan tindakan malingering.

“Penting untuk jadi catatan tentang kemungkinan malingering atau perekayasaan berencana, baik terhadap situasi fisik maupun psikis yang tersebut menyebabkan warga baik bermetamorfosis menjadi terkesan sebagai penduduk sakit,” kata Reza Indragiri pada 20 Agustus 2022.

Pengertian Malingering

Malingering merupakan istilah di ilmu psikologi. Menurut KBBI, kata malingering didefinisikan sebagai rasa sakit yang digunakan dibuat-buat untuk tujuan, keuntungan, atau kepuasan pribadi. Tindakan ini dapat juga disebut sebagai muslihat sakit. Saat Anda berpura-pura sakit agar mendapatkan izin dari menjalankan tugas, Anda melakukan malingering.

Dilansir dari Web MD, malingering juga muncul sewaktu seseorang melebih-lebihkan gejala suatu penyakit untuk tujuan yang mana sama. Namun, berbeda dengan hipokondria ke mana ini adalah suatu “keadaan tidak ada sadar” seseorang merasa dirinya menderita penyakit, malingering justru merupakan “tindakan sadar” pura-pura sakit. Itulah mengapa malingering disebut tindakan, tidak keadaan.

Dilansir dari Koran Tempo edisi Senin, 5 Maret 2012, malingering, secara keilmuan menurut American Psychiatric Association, merupakan perekayasaan berencana berhadapan dengan gejala-gejala kelainan fisik ataupun psikologis, yang digunakan didorong oleh insentif eksternal. Insentif eksternal itu dapat berbentuk kompensasi finansial, uluran simpati, ataupun kelonggaran hukum.

Malingering pertama kali digunakan untuk menggambarkan tentara yang digunakan mencoba mengelak dinas militer pada era 1900-an. Makna tindakan ini telah terjadi diperluas untuk mencakup mereka yang dimaksud berpura-pura sakit oleh sebab itu alasan lain. Salah satunya marak digunakan terperiksa di kasus-kasus pidana. Dalam rute hukum, pengungkapan seseorang melakukan malingering merupakan tugas psikolog forensik.

Dilansir dari publikasi di dalam NCBI, malingering tidak ada miliki etiologi yang spesifik, namun penyebabnya meliputi kondisi sosial ekonomi. Hal ini umumnya dilaporkan berlangsung pada narapidana yang dimaksud menjauhi persidangan, pelajar yang mana menyavoid sekolah, pekerja yang dimaksud menjauhi pekerjaan, tunawisma yang tersebut mengharapkan kompensasi/jatah ekonomi.

Dilansir dari dari publikasi ilmiah berjudul Malingering and Factitious Disorder, tindakan malingering mungkin saja terjadi jikalau dua dari empat tanda berikut ini ada.

1. Orang yang dimaksud berada pada situasi medis atau hukum yang digunakan dapat diperbaiki dengan diagnosis tertentu.

2. Pengamat dapat mengawasi perbedaan antara apa yang warga klaim rasakan serta tanda-tanda fisik penyakit.

3. Subjek tiada mengikuti perawatan atau pergi untuk perawatan lanjutan.

4. Subjek mempunyai kelainan kepribadian antisosial.

Namun, beberapa profesional kesegaran merasa tanda-tanda ini cacat sebab memiliki beberapa kekurangan, sebagai berikut:

1. Tanda-tanda yang dimaksud telah ketinggalan zaman.

2. Tandanya tidaklah menunjukkan data yang akurat. Menurut orang peneliti, dengan tanda yang disebutkan hanya sekali memunculkan standar akurasi beberapa orang 20 persen.

3. Tidak adanya tingkat keseriusan yang digunakan tetap. Tanda ini menempatkan semua warga yang tersebut berpura-pura ke di satu kategori.

4. Tidak memiliki penilaian moral. Semua perilaku berpura-pura digambarkan sebagai buruk. Tindakan berpura-pura ini hanya saja sebagai adaptasi seseorang terhadap situasi yang mana tidak ada dapat diterima.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | EKA YUDHA SAPUTRA | RACHEL FARAHDIBA R 

Artikel ini disadur dari Istilah Malingering Mencuat Saat Pemeriksaan Putri Candrawathi dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button