Entertainment

Melihat Sekeping Cerita Desa Wisata Jatiluwih Bali dalam Pameran Lukisan Yogyakarta

Yogyakarta – Musim libur sekolah ini pameran seni di beberapa jumlah galeri ke Yogyakarta masih menggeliat. Selain itu lalu sanggup berubah jadi jujugan atau tujuan wisatawan yang digunakan sedang berlibur.

Salah satunya di galeri Kedai Kebun Wadah yang tersebut berada ke kawasan jalan Tirtodipuran. Destinasi ini tempat masih satu jalur dengan Prawirotaman atau Kampung Turis Manca-nya Perkotaan Yogyakarta.

Mulai tanggal 3 hingga 10 Juli 2024, Kedai Kebun menyajikan deretan karya perupa dengan syarat Bali Putu PW Winata yang digunakan mengadakan pameran tunggal bertajuk Tutur Jatiluwih.

Dalam pameran lukisan realis itu, Putu menyajikan karya bernuansa dilematis. Seperti panen di sepetak lahan pertanian yang dimaksud subur namun berbingkai kesuraman yang tersebut mengambarkan pergerakan jaman bertajuk ‘Karunia Penen Raya’. 

Ada pula karya terdiri dari peta Provinsi Bali yang khusus menyorot Jatiluwih di kolase hitam putih yang mana penuh catatan.

Pameran lukisan Tutur Jatiluwih pada Kedai Kebun Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono

Ada sekitar 12 karya lukisan yang tersebut mampu dinikmati pengunjung di pameran tentang sekeping cerita Desa Wisata Jatiluwih Bali tersebut. Terutama tentang ekologi hingga sistem pengairan sawah (subak) tradisional ke Bali yang mana telah diterapkan beratus-ratus tahun silam.

“Desa Wisata Jatiluwih merupakan kawasan dilindungi lantaran petani di dalam sana menerapkan sistem pengelolaan sawah ramah lingkungan,” kata Putu, Rabu 3 Juli 2024. 

Seri lukisan Subak milik Putu dibuat berdasarkan riset pada Jatiluwih yang digunakan merupakan bagian dari Lanskap Subak Catur Angga Batukaru, salah satu platform sistem subak pada lanskap budaya Bali yang digunakan ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.

Pameran lukisan Tutur Jatiluwih ke Kedai Kebun Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono

Putu mengungkapkan, situasi Jatiluwih yang tersebut oleh UNESCO tradisi Subak nya ditetapkan sebagai warisan budaya bumi itu sekarang sudah ada berbeda.

Desa wisata yang berada pada Kecamatan Penebel, Wilayah Tabanan, Bali, Indonesia itu tak sekedar menyajikan panorama khas dataran tinggi dengan sawah berundak juga suhu yang digunakan sejuk.

Sebab, sejak ditetapkan sebagai tujuan wisata tahun 2000 silam, kalangan petani di dalam sana yang tersebut sebelumnya hanya saja bertani, beberapa di antaranya mulai gencar merambah usaha lain. Seperti membuka kedai kopi lalu jasa penginapan untuk turis.

Hal ini diduga dipicu sektor pertanian yang tersebut tak begitu menjanjikan jika dibandingkan pariwisata. Putu mengutarakan petani dalam sana tiada mendapatkan hasil layak dari bertani, mereka hanya saja sanggup dua kali panen padahal mereka pakai materi organik semua yang dimaksud mahal ongkos produksinya.

Namun di mana petani gencar menghasilkan kedai kopi kemudian jasa penginapan, dinilai mengancam ekologi dalam sana.

“Kalau usaha sektor pariwisata di Jatiluwih itu dinilai kian menggeser ekologi di situ maka stampel UNESCO masalah Warisan Budaya Planet dari desa itu akan dicabut,” ujar Putu.

Hampir semua tema pameran karya-karya Putu Winata bercerita tentang keadaan lanskap ekologi atau bentang alam.

Novita Riatno selaku manajemen pameran itu menambahkan Putu Winata pada pameran seni yang tersebut berjudul Tutur Jatiluwih menggambarkan fenomena alam kemudian lanskap agak sedikit berbeda.

“Ia mengabaikan aturan realisme dan juga perspektif, sehingga karyanya membiarkan alam berkembang dan juga meluas diluar kanvas,” katanya.

Ia menuturkan, lebih banyak dari sekadar potret lanskap, lukisan Putu Winata adalah bentuk dinamis hidup dengan segala kemungkinan. 

Artikel ini disadur dari Melihat Sekeping Cerita Desa Wisata Jatiluwih Bali di Pameran Lukisan Yogyakarta

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button