Ekonomi

KPPU usul pemerintahan baru bangun jargas kota untuk penghematan LPG

Keberadaan jargas kota akan berubah jadi solusi terbaik untuk menggantikan subsidi lalu biaya dikeluarkan pemerintah….

Jakarta – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Fanshurullah Asa mengusulkan terhadap pemerintahan baru periode 2024-2029 agar menciptakan jaringan gas (jargas) kota, sebagai upaya penghematan pemanfaatan LPG.

"Guna menghemat anggaran pemerintah, kami menggalakkan pemerintahan yang baru untuk berani menempuh langkah peralihan subsidi LPG 3 kg terhadap pembangunan jargas kota, juga secara bertahap menghurangi alokasi subsidi untuk wilayah yang akan dibangun jaringan gas tersebut," kata Fanshurullah di keterangan pada Jakarta, Selasa.

Menurutnya, keberadaan jargas kota akan menjadi solusi terbaik untuk menggantikan subsidi dan juga biaya dikeluarkan pemerintah untuk mendistribusikan LPG yang tersebut mencapai Rp830 triliun.

KPPU mengawasi kebijakan ketika ini tiada memberikan inovasi yang signifikan pada kebijakan jargas, sementara subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah ke depan.

“Dibutuhkan kepemimpinan yang dimaksud kuat dan juga berani di mengambil langkah strategis untuk mengganti subsidi LPG menjadi perluasan jaringan gas kota demi menghemat APBN, dikarenakan pengaplikasian subsidi ketika ini bukan tepat sasaran," kata Ifan, panggilan akrab Ketua KPPU itu pula.

Dia menerangkan, pengembangan jargas salah satunya pada Rencana Vital Nasional (PSN) mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018.

Pengembangunan jargas juga masuk di RPJMN 2020-2024, juga telah dilakukan ditetapkan target penyelenggaraan jargas sampai 2024 yang tersebut mencapai 4 jt sambungan rumah (SR). Namun, realisasi jargas sampai dengan tahun 2024 belaka mencapai 20 persen dari target APBN.

"Hal ini dapat disebabkan oleh kebijakan monopoli terhadap PT Pertamina Gas Negara Tbk yang tak membuka dan juga berhasil melibatkan BUMD lalu swasta untuk melakukan penanaman modal ke jargas kota," ucapannya lagi.

Keterbatasan jaringan pipa gas mengakibatkan konsumen bergantung pada LPG khususnya kemasan 3 kg. Informasi menunjukkan bahwa konsumsi LPG 3 kg terus meningkat tiap tahun, sementara LPG (nonsubsidi) stagnan kemudian cenderung turun serta terindikasi beralih ke LPG bersubsidi.

Tercatat, kata Ifan, tingkat konsumsi LPG 3 kg meningkat dari 6,8 jt metrik ton (MT) di 2019 menjadi 8,07 jt MT di dalam 2023 (tumbuh 3,3 persen secara rata rata di lima tahun terakhir).

Sejalan dengan hal tersebut, biaya subsidi LPG 3 kg terus meningkat (rata rata meningkat 16 persen selama lima tahun), dari Rp54,1 triliun pada tahun 2019 berubah jadi Rp117,8 triliun ke tahun 2023. Tahun ini, terdapat alokasi subsidi LPG sebesar Rp87,5 triliun.

Sehingga sejak tahun 2019, total subsidi yang digunakan diberikan pemerintah untuk gas sudah ada mencapai Rp460,8 triliun. Dengan fakta bahwa mayoritas LPG berasal dari impor, maka dapat diperkirakan total nilai impor LPG selama periode 2019-2023 mencapai Rupiah 288 triliun.

"Dengan membandingkan total biaya subsidi LPG di periode yang dimaksud serupa (yakni sebesar Mata Uang Rupiah 373 triliun), maka rasio biaya impor LPG mencapai 77 persen dari total subsidi LPG. Jika digabung dengan subsidi tahun ini, total biaya subsidi serta nilai impor yang dimaksud mencapai Rp833,8 triliun," kata beliau lagi.

Besaran tersebut, menurut Ifan, sangat signifikan oleh sebab itu mencerminkan devisa yang hilang dan juga opportunity loss yang subtansial, teristimewa apabila dapat digunakan untuk pembangunan lalu pengembangan jargas kota.

Tanpa ada pembaharuan signifikan di kebijakan jargas, subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah ke depannya.

"Sebagai ilustrasi, apabila 50 persen dari total akumulasi dana subsidi LPG digunakan untuk perkembangan jargas kota, dengan asumsi 1 sambungan rumah (SR) = Mata Uang Rupiah 10 juta, maka dapat dibangun 23 jt SR di periode 5 tahun," katanya pula.

Tidak semata-mata akan menyeberangi target RPJMN, peralihan itu juga akan berdampak signifikan terhadap penurunan impor LPG juga penghematan devisa bagi negara.

Ketua KPPU juga berpendapat bahwa skema jargas dapat dikembalikan lagi ke skema APBN yang pernah dilaksanakan sejak tahun 2011-2019 juga berhasil mencapai sekitar 600 ribu SR.

Kemudian, juga menyetop pemakaian APBN untuk penyelenggaraan pipa transmisi yang mana tak ekonomis secara sisi permintaan, seperti Cisem, Dumai-Semangke, atau ruas lainnya.

"Ruas-ruas yang dimaksud berdekatan dengan industri, antara lain Kawasan Industri Kendal, Batang, Balongan, juga Kilang Patimban, sehingga dipastikan akan menantang sejumlah minat pembangunan ekonomi BUMN, BUMD, atau swasta untuk pembiayaan pembangunannya. Jadi APBN dapat digunakan pada proyek strategis nasional yang mana lebih besar tepat untuk mewujudkan energi berkeadilan," kata Ifan pula.

Lebih lanjut, untuk menunjang adopsi pemanfaatan jargas tersebut, diperlukan kebijakan alokasi gas dari sisi hulu sampai ke distribusi yang transparan oleh Kementerian ESDM.

Dengan kebijakan yang digunakan transparan, risiko ketidakpastian pasokan bagi pelaku usaha niaga gas akan berkurang lalu pengembangan sektor hilir migas akan makin pesat.

Perimbangan biaya jual jargas untuk rumah tangga lalu sektor kecil komersial dengan tarif gas hulu juga dibutuhkan, agar mendebarkan minat pembangunan ekonomi badan bidang usaha swasta dan juga BUMD.

Minat penanaman modal ini harus dibangun di dalam tempat untuk mengembangkan jaringan retail gas terkoneksi dengan jaringan distribusi yang mana telah berjalan dengan skema open access yang mana transparan kemudian nondiskriminatif dengan pengaturan oleh BPH Migas.

"Pemerintah juga penting mempertimbangkan insentif fiskal bagi badan bidang usaha yang berminat mengembangkan jaringan pipa gas ke konsumen, dengan memberikan prioritas terhadap badan usaha niaga gas serta LPG yang digunakan sudah ada," kata Ifan lagi.

Artikel ini disadur dari KPPU usul pemerintahan baru bangun jargas kota untuk penghematan LPG

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button