Hal ini dampak buruk masukkan anak ke SD sebelum waktunya
Ibukota Indonesia – Psikolog anak lalu keluarga Samanta Elsener dari Himpunan Psikologi Nusantara (HIMPSI) membeberkan beberapa orang dampak buruk yang digunakan berisiko berlangsung pada anak yang digunakan masuk ke Sekolah Dasar (SD) sebelum waktunya.
“Persiapan perkembangan psikososialnya diperlukan dilihat. Jika anak secara hasil psikotesnya mampu untuk mengikuti langkah-langkah belajar dalam SD, maka warga tua dapat menyekolahkan anak masuk SD dalam usia 6 tahun. Jika tidak, maka bukan akan direkomendasikan oleh psikolog untuk masuk SD,” kata Samanta pada waktu dihubungi ANTARA ke Jakarta, Jumat.
Samanta menuturkan idealnya usia anak masuk SD sebenarnya tergantung dari kesiapan dirinya berbaur dengan lingkungan baru. Rata-rata anak sudah ada dapat mengikuti pembelajaran pada usia antara 6-7 tahun.
Namun tak jarang terdapat anak yang digunakan telah dimasukkan ke SD sebelum waktunya. Akibatnya, terdapat beberapa dampak buruk yang dimaksud kemungkinan besar dialami anak, contohnya anak jadi malas belajar hingga anak merasa tertekan.
Hal ini akan menyebabkan warga tua akan menerima sejumlah keluhan dari guru lantaran prestasi belajar anak yang mana berisiko kurang bagus.
Samanta menyimpulkan hal itu disebabkan dikarenakan diri anak baik secara mental maupun kognitifnya belum siap untuk memulai hal baru.
“Dalam hal ini, secara psikososial juga emosional ini menjadi penting bagi anak untuk meninjau kesiapannya agar ia dapat mengikuti kegiatan belajar pada sekolah dengan menyenangkan,” ucap dia.
Maka dari itu, ia memaparkan butuh kesiapan ekstra bila penduduk tua terus bersikeras menyekolahkan anak sebelum usia idealnya. Secara bertahap, anak perlu diberikan pemahaman supaya sanggup beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Ia menyarankan warga tua untuk mengupayakan anak-anak berinteraksi dengan sejumlah orang, sehingga muncul stimulasi untuk berbaur dengan lingkungannya. Ajarkan pula anak untuk bermain bersatu teman melalui simulasi bermain dengan dua-tiga pendatang atau pada skala ruang bermain yang tersebut lebih lanjut ramai.
Dalam kesempatan itu, Samanta turut menyarankan sebagai bentuk pencegahan anak berubah jadi pelaku atau korban perundungan (bullying) ke sekolah di dalam usianya yang masih mencontoh tiap perilaku serta ucapan di sekitarnya, khalayak tua dapat mempererat hubungannya dengan pendatang tua dari siswa lain.
Kemudian memproduksi janji untuk bermain sama-sama pada rangka mengajarkan rasa saling menyayangi dan juga menghargai antarteman.
“Jangan lupa juga untuk mengajarkan anak memakai sepatunya sendiri, ganti baju dan juga lulus toilet training. Pastikan anak mampu makan sendiri kemudian mampu berpisah dari penduduk tua pada waktu lama agar kemandiriannya makin terbentuk,” kata Samanta.
Artikel ini disadur dari Ini dampak buruk masukkan anak ke SD sebelum waktunya