Nasional

Mengapa BPOM Tepat Mengeluarkan Regulasi Palabelan BPA

INFO NASIONAL – Badan Pengawasan Penyelesaian lalu Makanan atau BPOM telah terjadi mengeluarkan regulasi yang mana mewajibkan produsen air minum kemudian kemasan (AMDK) mencantumkan label risiko BPA pada barang produksinya, sejak April 2024.

Kebijakan ini tertuang pada Peraturan BPOM  Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua melawan Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Dalam regulasi baru ini, disisipkan satu pasal antara Pasal 61 kemudian Pasal 62. Bunyinya “Air minum di kemasan yang tersebut menggunakan kemasan plastic polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam situasi tertentu, kemasan polikarbonat status tertentu, kemasan polikarbonat dapat mengurangi BPA pada air minum di kemasan’ pada label”.

Profesor Junaidi Khotib, Ahli Farmakologi dari Department Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, menjelaskan alasan penting pelabelan ini. BPA atau Bisphenol-A adalah senyawa kimia sintesis yang mana telah terjadi diketahui secara luas sebagai pengganggu fungsional endokrin (endocrine disrupting compound).  

“Ikatan endokrin dengan reseptornya akan menjamin fungsi fisiologis terbentuk dengan baik. Namun apabila senyawa endokrin diganggu fungsinya oleh BPA maka keadaan fisiologis ini akan bergeser pada keadaan patofisiologi,” kata Prof. Junaidi untuk Info Tempo, Rabu, 3 Juli 2024.

Ia mengumumkan banyak referensi dari kajian ilmiah yang digunakan memaparkan dampak dengan segera kelainan endokrin seperti diabetes, hipertensi, fertilitas, karsinoma dan juga masalah mental. “Dalam kajian regu kami telah dilakukan mengevaluasi dampak paparan BPA pada kebugaran mental baik penelitian di dalam laboratorium maupun epidemiologi,” ucapnya.

Dalam penelitian di dalam laboratorium pada hewan coba, Prof. Junaidi melanjutkan, menunjukkan paparan BPA dengan berubah-ubah kadar pada jangka waktu lama dapat mengakibatkan kelainan perilaku hewan coba terdiri dari kemampuan motorik kemudian aktivitas gerak, keseimbangan juga daya ingat (learning memory). 

Prof. Junaidi berpendapat, inovasi perilaku ini disebabkan oleh inovasi struktur, kemampuan deferensiasi dan juga proses pematangan sel syaraf dan juga produksi neuro-transmitternya. “Pada studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa kadar BPA pada darah atau urin pada anak usia perkembangan berkorelasi erat dengan kelainan perilaku, kecemasan dan juga depresi,” kata dia.

Sejatinya, pemanfaatan AMDK seperti galon telah terjadi digunakan rakyat Indonesi selama puluhan tahun. Bahkan, sebagian besar menggunakan galon yang disebutkan untuk air isi ulang. Padahal, galon-galon yang disebutkan mengandung BPA. 

Memang, kata Prof. Junaidi, jumlah total BPA yang digunakan bermigrasi dari polimer polikarbonat sangat tergantung pada tingkat keasaman cairan yang dimaksud dikemas, suhu penyimpanan (distribusi kemudian penyimpanan retail) kemudian paparan sinar matahari. 

Dari data tiga kali pemeriksaan pada sarana produksi dengan metode yang mana sahih selama 2 tahun (2021-2022) didapatkan kadar BPA yang digunakan bermigrasi pada air minum lebih lanjut dari 0,6 ppm mengalami peningkatan berturut turut 3,13 persen, 3,45 persen, dan juga 4,58 persen. 

Sementara hasil pengujian migrasi BPA sebesar 0,05-0,6 ppm dari kemasan polikarbonat juga mengalami  berturut turut 28,12 persen, 49,56 persen lalu 50,98 persen. adapun, pada sarana distribusi serta peredaran menunjukkan hasil uji migrasi (>0,6 ppm) meningkat dari 0 persen berubah jadi 12,99 persen. sedangkan hasil uji migrasi 0,05-0,6 ppm meningkat berturut turut 30,00 persen, 33,33 persen serta 41,56 persen. 

Dari seluruh penelitian tersebut, Prof. Junaidi menyimpulkan bahwa siklus pemakaian kemasan isi ulang galon polikarbonat juga mempengaruhi tingginya kadar BPA. Adapun, jumlah total BPA yang digunakan bermigrasi dari polimer sangat tergantung pada tingkat keasaman cairan yang mana dikemas, suhu penyimpanan (distribusi serta penyimpanan retail) lalu paparan sinar matahari. 

“Dengan demikian migrasi BPA ke di air minum sangat wajib diwaspadai. Jika air minum yang tersebut mengandung BPA masuk ke pada tubuh maka akan berkorelasi dengan kadarnya pada darah serta urine,” kata Prof. Junaidi.

Satu hal yang digunakan patut diwaspadai, ia melanjutkan, konsumsi air minum yang tersebut mengandung BPA secara terus menerus berpeluang muncul akumulasi ataupun peningkatan kadar akan terjadi. “Data penelitian epidemiologi tahun 2024 menunjukkan korelasi kadar BPA pada darah kemudian urin berkaitan dengan konsumsi air yang terpapar BPA,” ucapnya.



Anak lalu Ibu Hamil Patut Waspada

Prof. Junaidi menuturkan, berdasarkan laporan bermacam penelitian pada beberapa negara menunjukkan bahwa kelompok usia yang mana paling rentan terhadap paparan BPA adalah anak usia pertumbuhan. “Sebab, pada usia yang dimaksud keinginan hormon pertumbuhan serta ketersediaan endokrin lainnya pada jumlah total yang digunakan tercukupi,” ujarnya.

Golongan kedua yang digunakan patut waspada adalah ibu hamil atau menyusui. Hipotesa ini berdasarkan hasil penelitian pada hewan bunting yang mana diberikan paparan BPA pada jangka panjang mempengaruhi pertumbuhan anak serta perkembangan mental anak yang tersebut dilahirkan. 

Tak ayal, kata Prof. Junaidi, ke banyak negara telah lama melarang pemakaian polikarbonat untuk kemasan pada produk-produk susu dan juga makanan anak-anak, dan juga wajib labeling “Bebas BPA”.

Sebenarnya ada banyak penelitian yang mana membantu pendapat tersebut. Salah satunya yaitu studi epidemiologi pada 2004. Penelitian ini melibatkan 77 peserta didik berusia 18-22 yang dimaksud menjalani washout selama satu pekan untuk meminimalkan beban BPA yang mana telah ada sebelumnya yang dapat timbul dari pemanfaatan botol minum polikarbonat. 

Selama periode washout, kontestan minum minuman dingin di botol stainless steel dan juga mengelakkan air minum dari dispenser polikarbonat. Setelah itu, subyek menggunakan minuman dingin dari 2 botol polikarbonat baru yang digunakan disediakan peneliti selama 1 pekan. 

Sampel urin yang mana dikumpulkan selama penelitian menunjukkan bahwa subyek yang mana minum dari botol polikarbonat selama 1 minggu didapati konsentrasi BPA urin rata-rata meningkat lebih tinggi dari dua pertiga, dari 2,1 g/L,menjadi 2,6 g/L. Peneliti juga mendapati konsentrasi BPA urin yang lebih banyak membesar dihasilkan dari minum minuman panas yang disimpan di botol polikarbonat.

Karena itu, Prof. Junaidi sangat memperkuat terbitnya regulasi dari BPOM. Hal ini membuktikan keberpihakan pemerintah terhadap penduduk sebagai pengguna item AMDK, sekaligus upaya promotif kesegaran warga yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. 

“Peraturan ini juga berubah jadi media yang baik pada meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait dengan barang yang digunakan digunakan. Warga dituntut dapat  memilih produk-produk yang digunakan bijak untuk kesehatannya,” kata dia. (*)

Artikel ini disadur dari Mengapa BPOM Tepat Mengeluarkan Regulasi Palabelan BPA

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button