Hasil Survei, Sebanyak 23 Persen Difabel Terlibat Kampanye pemilihan
Yogyakarta – Sebanyak 22,8 persen responden difabel menyatakan terlibat pada aktivitas kampanye dengan partai kebijakan pemerintah atau calon presiden kemudian calon duta presiden. Motivasi terbesarnya adalah sosialisasi berjumlah 41 persen juga menyukai visi kemudian misi calon sebesar 32 persen. Ada 45 persen responden terlibat memberikan masukan pada materi kampanye. Dari jumlah keseluruhan itu, 30 persen ke antaranya merasa masukannya diadopsi sebagai materi kampanye.
Demikian salah satu hasil survei kolektif oleh Sasana Inklusi juga Aksi Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PRYAKKUM) serta Formasi Disabilitas dengan dukungan Proyek Inklusi yang digunakan dilakukan secara daring. Survei yang disebutkan melibatkan 479 responden disabilitas dari 31 provinsi dengan kurun waktu Desember 2023 – 2 Januari 2024.
Keterlibatan Difabel Bukti Kesadaran Baru
Eksekutif Nasional Pertemuan Publik Observer untuk Tanah Air Inklusif Disabilitas (Formasi Disabilitas), Nur Syarif Ramadhan mendebarkan beberapa simpulan dari temuan tersebut. Pertama, keterlibatan difabel sudah pernah membuktikan kemudian berisiko membuka kesadaran baru pada tingkat politisi tentang pengarusutamaan juga inklusi difabel. Kedua, bilangan temuan juga menunjukkan penyandang disabilitas memiliki kemungkinan terlibat pada partai urusan politik dan juga berubah menjadi bagian dari pelaku urusan politik praktis.
“Tapi masih berbanding terbalik dengan fakta temuan lain, bahwa cuma 9 persen responden yang digunakan dijangkau parpol di kegiatan sosialisasi maupun edukasi,” ungkap Syarif di diseminasi hasil survei “Persepsi Pemilih Difabel pada Pemilihan Umum 2024” di dalam Yogyakarta, Kamis, 18 Januari 2024.
Temuan lainnya, tingkat kesadaran serta pemahaman difabel akan hak kebijakan pemerintah cukup tinggi. Sebanyak 77 persen responden memahami enam hak difabel pada pemungutan suara. Sementara 95,5 persen menyatakan penting untuk membela kemudian memperjuangkan hak politik. Prosentase itu berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula pemahaman akan hak lalu keberanian difabel membela dan juga memperjuangkan hak mereka.
Survei Tidak Gambarkan Taraf Pendidikan Difabel
Namun terkait tingkat pendidikan, survei yang dimaksud bukan menggambarkan tingkat institusi belajar difabel. Mengingat survei yang digunakan dilaksanakan berbasis internet, sehingga hampir dipastikan menyasar yang dimaksud mempunyai tingkat lembaga pendidikan relatif baik.
“Kesadaran serta literasi urusan politik difabel secara umum dapat dikatakan masih rendah,” ujar Syarif menambahkan.
Juga ada temuan informasi terkait pemilihan raya yang dimaksud masih sulit dipahami, sehingga tertinggal di mengakses informasitersebut. Sebanyak 25,3 persen menyampaikan sulit menyadari bahasa yang dimaksud rumit, seperti dialami difabel intelektual (2,3 persen), difabel sensorik tuli (15,7 persen) serta difabel sensorik netra (11,7 persen).
Direktur SIGAB Indonesia, M. Joni Yulianto menambahkan survei yang dimaksud bukanlah cuma tentang angka, tapi juga fakta-fakta mengenai situasi pemilih difabel di Pemilihan Umum 2024. Meskipun isu hak kebijakan pemerintah bagi difabel semakin menguat, tetapi permasalahan yang mana muncul masih sangat jauh lebih lanjut banyak.
“Jadi, kalau survei ini membingkai bagaimana kesiapan difabel, mestinya dibalik, bagaimana Negara menegaskan hak pilih difabel,” kata Joni.
Menurut Fajri Nur Syamsi, mewakili Pusat Studi Hukum dan juga Kebijakan (PSHK) selaku penanggap, temuan-temuan survei merupakan terobosan pada mengonfirmasi data-data yang digunakan selama ini berubah menjadi rujukan kebijakan terkait Pemilihan Umum yang dimaksud lebih besar baik. Salah satunya terkait akses informasi yang mana banyak dikeluhkan pemilih difabel. Hal itu menjadi catatan bagi partai kebijakan pemerintah agar sanggup menyediakan materi kampanye yang mana inklusif lalu bisa jadi diakses pemilih difabel.
“Perkembangan isu Pemilihan Umum cukup signifikan pada tujuh tahun terakhir. Tantangan dalam lapangan adalah bagaimana menurunkan pemahaman disabilitas. Bukan hanya saja norma prosedur, tapi dari ucapan, kebijakan, pilihan komunikasi yang dimaksud dipilih para pelaksana pemilu,” kata Fajri.
Artikel ini disadur dari Hasil Survei, Sebanyak 23 Persen Difabel Terlibat Kampanye Pemilu