4 Tokoh Penyandang Disabilitas yang tersebut Berjasa Membebaskan Perbudakan Planet
Jakarta – Terdapat beberapa cerita dan juga partisipasi penting di sejarah namun terabaikan lantaran cerita yang disebutkan berasal dari kelompok marginal, seperti cerita sejarah dari kelompok budak sekaligus penyandang disabilitas. Namun sejarah kelompok rentan inipun seringkali tidaklah lengkap bila diceritakan ulang melalui narasi populer. Pasalnya, ada berbagai tokoh sejarah terkenal yang tersebut juga penyandang disabilitas, namun bagian dari kedisabilitasan banyak kali diabaikan pada diskusi tentang hidup mereka.
Kontribusi sejarah penyandang disabilitas seringkali direpresentasikan melalui narasi “mengatasi rintangan”. Padahal banyak kelompok penyandang disabilitas yang mana berpendapat bahwa narasi yang dimaksud dapat bersifat objektif dan juga merugikan. Sebaliknya, harus dipahami pengalaman disabilitas pada menjalani kehidupan, pekerjaan, atau perjuangan dia sesuai dengan fakta serta realita.
“Saya mempelajari keberadaan juga perlakuan terhadap budak yang mengalami disabilitas fisik pada wilayah selatan Amerika Serikat sebelum peperangan saudara. Bagi para budak ini, disabilitas mempengaruhi perasaan dia tentang diri mereka sendiri, peran mereka sebagai pekerja, kemudian status dia di dalam masyarakat,” tulis Mia Edwards, peneliti sejarah dari The University of Warwick , seperti yang dimaksud disitir dari The Conversation, Kamis, 4 Januari 2024.
Edwards menuliskan, para penyandang disabilitas ini, bagaimanapun juga kerap dianggap kurang berharga secara perekonomian oleh para pemilik budak, mereka terus-menerus melakukan pekerjaan berharga bagi komunitas mereka. Antara lain merawat anak-anak atau menyediakan makanan bagi pekerja lapangan.
Edwards menyatakan, mempelajari pengalaman penyandang disabilitas pada sejarah dapat memberikan pemahaman yang mana lebih lanjut utuh tentang suatu warga pada kurun waktu tertentu. Berikut adalah empat pemukim yang digunakan memberikan kontribusi penting terhadap sejarah pembebasan perbudakan, namun disabilitas merek memproduksi dia rutin diabaikan pada sejarah.
Dorothea Lange
Lahir pada 1895 pada New Jersey, Dorothea Lange adalah pribadi fotografer dan juga jurnalis foto berpengaruh. Saat bekerja dalam Farm Security Administration, sebuah lembaga pemerintah yang digunakan dibentuk untuk mengatasi kemiskinan pedesaan selama Depresi Besar, ia memfokuskan kameranya pada orang-orang yang dimaksud menderita akibat dampak perekonomian yang tersebut parah dari depresi tersebut.
Fotografi Lange merancang hubungan antara orang-orang tanpa memandang agama, kelas, jenis kelamin, atau ras, merancang rasa empati di dalam masa-masa tegang.
Ketika beliau berusia tujuh tahun, Dorothea terjangkit polio, yang tersebut mengurangi kekuatan kakinya serta membuatnya tak dapat berjalan sempurna seumur hidupnya. Lange menggambarkan kedisabilitasannya sebagai “Hal terpenting yang tersebut berjalan pada saya. Ia membentukku, membimbingku, mengajariku, menolongku, juga mempermalukanku. Semua hal itu sekaligus. Saya belum pernah melupakannya, serta saya sadar akan kekuatan serta kuasanya, kata Dorothea.
Rosa May Billinghurst
Lahir pada 1875 pada Lewisham, London. Saat masih kecil, beliau terjangkit polio dan juga lumpuh sebagian. Dia menggunakan kursi roda roda tiga untuk membantu pergerakan sepanjang hidupnya.
Sebagai manusia remaja putri, beliau juga saudara perempuannya Alice memutuskan untuk terjun pada pekerjaan sosial, bekerja di Greenwich serta Deptford Union Workhouse. Dia kemudian menceritakan dampak besar hal ini terhadap dirinya, mempengaruhi keputusannya untuk terlibat di pergerakan hak pilih politik.
Dia menyatakan pada 1913: “Hati saya sakit… Saya pikir tentu semata jikalau perempuan diajak berkonsultasi pada pengelolaan Negara, status yang mana lebih lanjut bahagia dan juga tambahan baik harus ada untuk hidup yang mana berpihak pada siapa yang digunakan bekerja keras kemudian penuh keringat seperti ini.”
Dia berpartisipasi terlibat pada Asosiasi Liberal Perempuan juga pada tahun 1907 mendirikan cabang Persatuan Sosial serta Politik Perempuan. Penangkapan pertamanya sehubungan dengan aktivismenya terbentuk pada tahun 1911, lantaran menghalangi polisi ketika demonstrasi pada Lapangan Parlemen. Dia akan menghalangi tenaga dengan sepeda gowes roda tiganya, menggunakan kruknya untuk menggalakkan dirinya ke depan.
Isabella Baumfree atau Sojourner Truth
Terlahir di perbudakan, kemungkinan besar antara 1797 hingga 1800, ke Swartekill, New York, Isabella Baumfree kemudian menggunakan nama samaran dengan menyampaikan dirinya Sojourner Truth pada 1843. Penganut abolisionis ini berkeliling di bagian utara Amerika Serikat melalui penyebaran agama yang mana diselipi khotbah yang tersebut menentang perbudakan.
Majikannya, John Dumont, telah terjadi menjanjikan kebebasannya dalam setahun sebelum tanggal akhir emansipasi di negara bagian New York. Isabella kemudian menyatakan bahwa ia telah lama mengalami cedera. Para akademisi berpendapat bahwa pernyataan ini sebagai indikasi Isabella menyembunyikan kedisabilitasannya untuk menampilkan dan juga menunjukkan ke depan umum akan kemampuan kemudian kekuatannya.
Isabella atau Truth adalah perempuan lapisan kulit hitam pertama di sejarah Amerika Serikat yang mana meraih kemenangan tindakan hukum pengadilan bertarung dengan pria lapisan kulit putih. Setelah mengetahui bahwa putranya yang mana berusia lima tahun sudah dijual kembali secara ilegal ke Alabama oleh Dumont, beliau menyebabkan permasalahan yang dimaksud ke Mahkamah Agung New York kemudian mengajukan gugatan terhadap majikan barunya.
Dia juga dikenang lantaran “Bukankah Aku Seorang Wanita?” pidatonya ke Konvensi Hak-Hak Perempuan tahun 1851, pada mana ia menyoroti perlakuan tiada setara terhadap laki-laki kemudian perempuan epidermis hitam pada Amerika Serikat.
Claudius Kaisar Romawi
Kaisar keempat Roma, Tiberius Claudius Caesar Augustus Germanicus, memerintah dari 41 hingga 54 M. Claudius digambarkan mempunyai bervariasi keterbatasan fisik lalu penyakit sepanjang hidupnya, di antaranya tangan gemetar dan cara berjalan yang tiada pada sempurna.
Claudius miliki ketertarikan pada sejarah, serta memunculkan berbagai buku tentang sejarah Kartago, republik Romawi, juga sejumlah topik lainnya.
Ia terkenal sebab memperluas kekaisaran Romawi lalu memperbaiki sistem peradilan Roma. Perbaikan yang dimaksud termasuk mengeluarkan dekrit bahwa orang-orang yang dimaksud sakit juga diperbudak yang tersebut ditinggalkan akan dibebaskan, bukannya diambil kembali oleh para majikan dia apabila mereka itu sembuh.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa Claudius mengalami asumsi negatif tentang kemampuannya memerintah, terkait dengan prasangka “yang menjunjung lebih tinggi penampilan fisik kemudian sikap sebagai kebijakan juga inisiatif”.
Meskipun Claudius hidup ribuan tahun yang digunakan lalu, prasangka yang tersebut mungkin saja beliau alami mengingatkan pada sikap orang-orang yang mampu terhadap disabilitas pada waktu ini (ableisme).
THE CONVERSATION
Artikel ini disadur dari 4 Tokoh Penyandang Disabilitas yang Berjasa Membebaskan Perbudakan Dunia